Seorang anak kecil dengan polos bertanya kepada Ibunya, “Ibu, mengapa kita tidak boleh berbohong?”. Lalu jawab si Ibu dengan senyum penuh arti, ”Karena berbohong adalah suatu perbuatan dosa dan Tuhan akan menghukum pembohong masuk ke dalam api neraka”. Pertanyaan biasa tersebut mengingatkan kita kembali, akan pentingnya sebuah kejujuran yang ditanamkan di dalam hati dan pikiran kita semenjak kecil. Kejujuran merupakan pelajaran moral itu akan selalu melekat di dalam hati setiap orang. Satu hal yang pasti, yaitu tidak ada orang tua yang mengajarkan anaknya untuk menjadi seorang penjahat, maling, pencuri, penipu, pembunuh, ataupun koruptor.
Beruntung sekali, kejujuran menjadi bagian dari integritas yang menjadi salah satu nilai inti atau core value yang berlaku di lingkungan PT Sxxxx Axxxx Txxxxx, TBK. Setiap karyawan akan mendapatkan pelajaran tambahan mengenai nilai inti ini, dengan tujuan penyamaan persepsi karyawan dan tidak terjadi pergeseran nilai integritas. Bekerja dengan integritas yang tinggi menjadi sebuah pondasi dasar dan modal non visual yang dimiliki oleh perusahaan dalam mengembangkan bisnis dan meningkatkan profit. Semakin tinggi integritas karyawan, secara tidak langsung membuat profit dan bisnis berkembang.
Dengan adanya stage atau posisi integritas ini, perusahaan yang ingin profit dan bisnisnya tetap lestari harus dapat mengukur integritas karyawannya apakah dalam stage rendah atau sesuai dengan yang diharapkan. Tentu saja dengan diberlakukannya sistem pengukuran, karyawan akan mengetahui pada stage mana posisi integritas mereka. Kejujuran merupakan ketentuan pokok untuk memperoleh nilai yang tinggi dalam integritas. Nilai standar yang pada awalnya dianggap sebagai suatu generalisasi dasar yang sama dan ditanamkan semenjak kecil, bergeser menjadi suatu nilai dasar yang bisa diukur, dan setiap orang bersusah payah untuk masuk ke dalam stage integritas yang berlaku atau yang diharapkan oleh perusahaan.
Perusahaan boleh berbangga dengan adanya usaha karyawan mencapai nilai integritas sesuai yang diharapkan. Ketika nilai integritas karyawan sesuai dengan yang diharapkan, maka penghargaan atas jerih payah akan diberikan sebagai bonus, atau paling minimal penghargaan berupa pujian. Sistem tersebut diarahkan supaya terjadi imbal balik, dengan kata lain perusahaan puas dan karyawan puas.
Seorang anak kecil yang polos tadi kembali bertanya, ”Ibu, apa yang saya dapatkan kalau saya berkata jujur?”. Jawab Ibu dengan polosnya juga, ”Setiap kejujuran yang kamu sampaikan, akan ibu berikan sebatang coklat”. Hari-hari berlalu, dan di hadapan si ibu, anak tadi selalu berkata jujur dengan harapan mendapatkan coklat yang dijanjikan si Ibu. Pada suatu hari anak tadi hanya memperoleh setengah batang coklat. Lalu dengan kecewa, sang anak menanyakan alasan si ibu memberikan hanya setengah batang coklat saja. Jawab Ibunya, ”Kejujuran itu harus tulus dan datang dari hati nurani, bukan dari coklat yang Ibu berikan. Ibu berikan coklat itu setengah, agar yang setengah lagi bisa kamu gantikan dengan hati nuranimu untuk mengatakan kejujuran”. Sang anak yang merasa tidak puas hanya dapat termenung.
Apa yang terjadi ketika hasil pengukuran dan penghargaan tidak sesuai dengan yang dirasakan dan diharapkan oleh karyawannya? Jawabannya adalah ketidakpuasan. Dampak ketidakpuasan bisa besar dan mungkin tidak terlalu signifikan, tidak berarti. Dewasa ini, dampak ketidakpuasan masyarakat dapat kita lihat sebagai salah suatu usaha senasib sependeritaan yaitu dengan demonstrasi menuntut pemenuhan harapan penyebab ketidakpuasan. Demonstrasi merupakan kemungkinan terburuk yang dapat dilakukan oleh karyawan. Integritas yang merupakan tadinya nilai dasar sejak awal manusia ada, menjadi sumber masalah ketidakpuasan. Karyawan yang merasa memiliki tingkat kejujuran tinggi mempunyai nilai rating yang lebih rendah, daripada karyawan yang sering berbohong, datang telat, dan lain sebagainya. Sistem pengukurannya yang salah atau cara mengukurnya, atau menentukan nilainya yang salah, atau bahkan sudut pandang karyawan yang salah .
Demonstrasi merupakan dampak visual terbesar. Bahaya laten yang secara pelan-pelan menggerogoti adalah bagaimana nilai integritas menjadi bergeser. Nilai integritas bukan lagi menjadi suatu nilai yang tertanam, tumbuh, dipupuk oleh kesadaran yang tinggi. Integritas menjadi sebuah piala yang diperebutkan demi menjadi seorang karyawan unggulan dengan harapan memperoleh penghargaan setinggi-tingginya. Segala usaha dan cara dihalalkan untuk memperoleh piala integritas, menjilat pun dilakukan jika dibutuhkan. Terjadilah kejujuran untuk kepalsuan dan kemunafikan dimana-mana. Karyawan tidak lagi bekerja atas dasar kesadaran mendalam tentang arti pentingnya pekerjaan (ingat Ethos Kerja karya J. Sinamo). Motif kejujuran karyawan bergeser menjadi perebutan materi dan hal-hal yang sifatnya duniawi saja.
Asumsi tersebut mungkin terlalu berlebihan dan yang pasti tidak semua orang atau karyawan seperti itu, paling tidak terjadi di ruang lingkup perusahaan saja. Di kehidupan bermasyarakat, marilah kita kembali menjadi manusia seutuhnya dengan nilai dasar yang asli. Satu hal yang perlu kita ingat bahwa kejujuran datang dari dalam hati, bukan karena dorongan memperoleh nilai yang bagus di atas kertas appraisal.
Discussion
No comments yet.