Jika dicermati, saat ini banyak perusahaan besar yang revenue-nya terus naik, PBV (Price Book Value) aman, finansialnya sehat, cabangnya terus bertambah, juga karyawannya semakin banyak, tiba-tiba collapse. Bahkan, perusahaan dunia seperti Toys R US, Kodak, Disc Tara, dan Payless Gymboree pun harus bangkrut. Hal ini disebabkan karena telah tejadi gelombang perubahan yang sangat besar yang mendisrupsi model bisnis yang ada. Hal ini ditandai dengan adanya revolusi teknologi digital atau yang lebih awam dikenal Internet of Things (IoT), di samping preferensi pelanggan berubah drastis, mereka ingin lebih cepat, murah, dan lebih nyaman.
Selain ritel, industri lainnya pun akan berdampak, seperti perbankan. Beberapa bank nasional telah menutup kantor cabang dan meniadakan fungsi teller, bisnis remittance, dan pembayaran akan pindah, kredit juga akan beralih. Industri pendidikan pun juga akan terpengaruh. Kampus mulai digantikan online learning. Kampus di Inggris dan Amerika Serikat bisa bertahan karena mahasiswa yang datang dengan beasiswa yang berasal dari negara berkembang.
Bisnis transportasi pun mengalami disrupsi, terutama taksi. Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menyatakan, jumlah perusahaan taksi turun drastis. Dari 35 perusahaan di Jakarta, kini hanya tinggal empat yang masih aktif mengoperasikan armadanya karena kalah bersaing dengan transportasi online. Pelangganlah yang paling beruntung karena dimudahkan dalam memesan transportasi dengan harga yang lebih murah dan kenyamanan pun bertambah.
Tahun 2000 ketika e-mail masih berjaya, Yahoo pernah merasakan valuasi US$125 miliar. Namun, saat diakuisisi Verizon, 17 tahun setelahnya pasrah di harga US$5 miliar. Hal ini karena momentum telah lewat. Untuk itu, seorang lIeader harus peka dan cepat mengambil keputusan, membuat terobosan dan tidak lupa membangun tim agar mindset-nya berubah menjadi digital mindset dan lebih cepat beradaptasi dengan perubahan. Kini, tanpa disadari kita telah masuk ke era exponential leader.
“Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi di era exponential ini. Pertama, untuk perusahaan yang sudah memiliki ekosistem dan teknologi besar, akan merajai industrinya. Winner takes all. Semua akan disapu bersih. Baru kejadian di April ini Uber diambil Grab. Kemudian, kedua yang masih lebih baik, terpaksa harus bekerja sama dengan saingan yang telah menggerogoti bisnis kita, seperti Bluebird dengan Go-Jek,” kata dia di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Seorang exponential leaders akan menikmati pertumbuhan bisnis exponential, keuntungan pun bisa hingga beribu kali lipat dengan jumlah nominal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Source: WEOnline – wartaekonomi.co.od
Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi ekomomi dan bisnis telah berubah secara global. Perubahan ini tentunya tidak disadari oleh mayoritas rakyat Indonesia, terutama pada pekerja konvensional (Gen X – Baby Boomers). Pekerja konvensional seharusnya lebih waspada dan antisipasitif dengan perubahan yang sangat signifian menjelang quaertal 1 abad 22 ini. Banyak pekerja konvensional yang sampai dengan saat ini masih memperjuangkan kesejahteraan dan hak-hak yang dianggap merasa perlu dipenuhi oleh perusahaan. Sementara perusahaan struggle dan bertarung untuk bisa survive dalam kondisi persaingan dan perubahan yang sangat cepat
Tantangan bisnis dan persaingan global membuat perusahaan bergerak lebih cepat, berproses lebih simpel dan efesien, dan berproduksi lebih banyak dengan market yang besar serta biaya yang lebih rendah. Untuk menggerakan hal tersebut dibutuhkan man power dengan kompetensi yang tepat dengan mindset yang dapat mengikuti perkembangan era digital. Perusahaan yang masih bergelut dengan permasalahan ketenagakerjaan tentu saja menjadi kontraproduktif dalam menghadapi tantangan global yang sudah di depan mata. Disinilah dibutuhkan profesional yang benar firm dan capable untuk merubah sebuah keadaan dengan cara-cara yang tidak biasa.
Pemimpin dengan kapabilitas untuk menciptakan perubahan yang signifikan sangat diperlukan. Tentu saja hal ini perlu, karena dalam mengatasi tantangan dan persaingan yang sangat ketat di era sekarang, membutuhkan cara yang berbeda dan ekstrim, serta mungkin tidak populer di kalangan konvensional. Pemimpin yang seperti ini mampu mendatangkan sebuah terobosan baru untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada saat ini. Kompetensi leadership bukan lagi sekedar menggerakan pengikut atau mendelegasikan pekerjaan dan hal lain yang dikerjakan seorang pemimpin. Kompetensi leadership yang esential dalam tantangan ini diperlukan.
Eksponensial yang dimaksud adalah bertumbuh berdasarkan eksponen atau perkalian yang berpangkat. Pemimpin yang eksponensial adalah pemimpin yang kompeten. peka, cepat, dalam membuat terobosan. sedangkan pemimpin essensial mempunyai kapabilitas dan keahlian di bidangnya. Contoh Pemimpin ekponensial esensial dalam dunia Digital seperti Nadeem Makarim Gojek), Adamas Belva (Ruang Guru), Achmad Zaky (BukaLapak), Jack Ma (Alibaba), Jan Koum-Brian Acton (WA), Ferry Unardi (Traveloka), dan masih banyak lagi.
Pemimpin konvensional melihat bisnis dari sisi inventasi, return, dan profit atau bagaimana mencapai hasil mengikuti prosedur atau dengan cara mengelola dan memimpin orang Sedangkan eksponesial dan esensial melihat dari sisi peluang, perilaku masyarakat dan cara baru. bagi pemimpin eksponensial-esensial, mengelola orang merupakan bagian dari implementasi cara baru. Perubahan mindset merupakan perilaku masyarakat yang menjadi tantangan bahkan perilaku pemerintah yang masih cenderung konvensional dan tergantung dari belenggu undang-undang dan kepentingan politik
Dalam era digital revolusi industri 4.0, bagaimana pemimpin konvensional bertahan atau haruskah pemimpin konvensional bertransformasi menjadi pemimpin eksponensial-esensial?
(christkaizen, Maret 2020)
Discussion
No comments yet.