Articles, Human Capital Development, Management, New Article, Training & Development

Learning Transformation Process (Christkaizen Thought)

Learning sebagai salah satu istilah yang seringkali digunakan dalam organisasi, merupakan proses pembelajaran untuk pemenuhan, peningkatan, dan perbaikan kompetensi. Kompetensi ini dalam artian seperangkat Skill, Knowledge, Attitute yang dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan (Baca lagi buku-buku atau tulisan tentang kompetensi). Orang masih saja sering mengartikan learning adalah kegiatan training, hanya namanya saja dirubah. Pandangan orang masih keliru, bahkan diantara orang-orang yang mengelola learning pun masih salah memahami dan menerapkan (mudah-mudahan bukan anda)

Dahulu, sebelum tahun 2020, orang lebih mengenal proses training yang secara klasikal adalah proses pengajaran dari seorang trainer kepada peserta atau karyawan, dengan cara penyampaian materi di kelas (in class training). Hal ini sudah berjalan berpuluh tahun lamanya, bahwa legitimasi proses training sebuah organisasi atau perusahaan adalah dengan adanya komponen kelas, pengajar, peserta, materi. Proses training mengalami banyak perubahan atau perbaikan, mulai dari cara presentasi si trainer, cara menyajikan materi, cara memberikan selingan (ice breaking), cara membuat kelas menjadi aktif, bahkan penataan ruang kelas pun menjadi perhatian, dengan biaya atau investasi yang menyesuaikan dengan tingkat kemampuan dari perusahaan. Cara ini terus dipakai, karena mungkin merupakan cara yang paling pas pada saat itu.

Sampai pada akhirnya, Pandemi Covid……..Hampir keseluruhan metode training harus dirubah secara signifikan. Dengan penyebaran virus yang terjadi, tidak memungkinkan untuk memberikan pengajaran secara tatap muka langsung bertemu berkumpul di dalam kelas. Perubahan-perubahan ini melibatkan teknologi dan sistem koneksi internet untuk mendukung proses training tetap berjalan. Metode training seperti melalui media online, seperti zoom, skype, google meet, dan sebagainya. Ternyata berlangsung cukup efisien dan efektif,..katanya…, (kalau open kamera), sehingga digunakanlah di beberapa perusahaan sebagai alternatif utama untuk pelaksanaan training, bahkan ketika pandemi sudah berakhir. Proses training mengalami flesibilitas metode, apalagi ketika investasi atau biaya training bisa ditekan, maka metode yang paling efisien yang dipilih. Tapi masih ada kok perusahaan yang mempertimbangkan efektivitas yang relevan dengan biaya investasi. Tidak banyak, karena fluktuasi bisnis juga membuat perusahaan harus mengerem investasi yang kurang berimpact langsung terhadap profit.

Disini saya tidak membahas masalah investas training yah….Tapi proses tranformasi yang jadi pokok bahasan. Dari pemaparan diatas, saya selalu menggunakan istilah training untuk menselaraskan apa yang dirasakan atau dialami kebanyakan orang atau karyawan yang bekerja. Seringkali banyak komplain, catatan, maupun kritikan: “Saya ngga pernah ditraining”, “Saya cuman sekali ditraining selama 5 tahun bekerja”, “Ah yang ditraining hanya yang mau naik jabatan aja”, “Ngapain sih training, ngga ada impactnya”, “Ah percuma training, bikin ngantuk”, “Asik ada training, perbaikan gizi nih”, “Ikutin aja training, karena ada KPInya”, “Ga ada training, juga bisa kerja”…..dan masih banyak lagi. Pertanyaannya, kenapa fakta ini bisa ada?

Cara pandang orang kebanyakan terhadap proses training konvensional perlu bertransformasi pemahaman proses pembelajaran yang lebih advance, dalam artian luas atau singkatnya training bukan satu-satunya jalan dalam proses pembelajaran. Orang harus mulai menyadari banyak jalan yang bisa dilakukan untuk menjadi bisa, mampu, dan pintar. Metode belajar bukan hanya dengan training. Learning is No Limitation. Tidak ada batasan dalam proses belajar. Belajar tidak dibatasi hanya dari proses training. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk belajar, baik secara sendiri-sendiri (self learning) maupun dengan banyak proses lainnya. Yang terpenting adalah Proses Belajar adalah Proses yang Tidak Pernah Berhenti, karena Perubahan adalah Tetap, dan Hidup Tetap Terus Memberi Pelajaran. Seperti kutipan dari Tom Clancy “Life is About Learning, When You Stop Learning You Die”

Jadi, Proses Learning itu apa saja: banyak caranya dan banyak sumber belajarnya. Di bawah ini saya menyampaikan pendapat saya pribadi

Active Learning merupakan proses belajar yang lebih melibatkan keaktifan Diri Sendiri dalam belajar atau dikenal dengan Self Learning. Tentu saja, optimisme bahwa orang sebagai Individu yang Sadar bahwa Belajar adalah sebuah Kebutuhan Hidup dan tidak tergantung atau menggantungkan diri sendiri atas pemenuhan belajarnya dari Orang lain atau Pihak lain. Beberapa cara pemahaman proses belajar sendiri yaitu melalui:

  • Proses learning mengaktifkan seluruh panca indra: melihat, medengar, merasakan, mencium, dan sebagainya. Membaca buku, menonton video, melihat orang lain melakukan sesuatu, itulah proses belajar, Mendengar penjelasan orang, itulah proses belajar. Dengan panca indera dan seluruh sensor tubuh, terjadilah proses belajar
  • Proses learning mengaktifkan seluruh organ, dengan cara melakukan sesuatu, mengalami sendiri, dan bahkan dengan memberikan contoh, atau mengikuti atau meniru orang lain, cara lain, merupakan proses belajar

Passive Learning yaitu untuk memfasilitasi orang-orang yang belum memahami secara benar terkait self learning. Tugas utama Pasive Learning adalah memberi pemahaman kepada orang bahwa Self Learning itu Penting dan harus menjadi bagian dari Hidup. Metode Passive Learning mungkin masih menggunakan metode-metode konvensional seperti In Class Training baik Offline maupun Online, Sosialisasi, Workshop, Diskusi, Simulasi, dan lain sebagainya.

Proses Learning di atas harus memiliki komponen yang terukur, sistematis, terstruktur, dan terdokumentasi dengan baik. Batasan-batasan learning juga harus dibuat rulesnya supaya konsep Learning yang Bebas tapi Bertanggung Jawab.

Mengapa saya tidak membahas digitalisasi dan teknologi? Menurut saya digitalisasi adalah hal yang mempermudah hidup anda untuk belajar. Ingat “Mempermudah” bukan “Membuat”. Jadi digitalisasi bukan faktor pembatas proses learning, tapi faktor pendukung untuk proses learning. Teknologi akan membongkar keterbatasan ruang dan waktu untuk belajar bahkan Semangat atau Keinginan untuk Belajar dengan fitur-fitur menarik seperti Gamification.

Proses Transformasi Belajar adalah suatu hal yang sudah kita alami bersama-sama, hanya saja belum dengan cara yang terukur sehingga terjadi sudut pandang yang berbeda-beda dalam menyikapi proses pembelajaran. Semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi rekan-rekan dan bisa memberikan pencerahan untuk rekan-rekan lainnya yang mau mencoba memahami proses pembelajaran.

(Christkaizen; Agustus 2024)

Unknown's avatar

About christkaizen.com

change never happen without action

Discussion

No comments yet.

Leave a comment

logo-komunitas-blogger-indonesia-border-hitam

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 449 other subscribers

Disponsori oleh

MASYARAKAT PECINTA ALAM -BEKASI ADVENTURE TEAM (MPA-BAT)

Suka adventure, travelling, outdoor activity, disinilah tempatnya

Bekasi Adventure Team

Nunchaku Community -komunitas internasional nunchaku freestyler